Iklan

Jumat, 17 Maret 2017

BACALAH


' IQRO '

Bacalah
Jalan-jalan sore ini dipinggiran jalan arteri Kota Jakarta ( kemudian masuk ke dalam jalan kecil tentunya ), pun lumayan juga buat ngilangin rasa jenuh.
Membaca sebuah buku tidak mesti harus buku yang mahal serta sampulnya kelihatan bagus atau ditempat ternama, kecuali duit kita banyak.
Intinya adalah kualitas isinya meskipun sederhana bentuknya.
Selesai mengirim paket kecil ke Jawa, dari sebuah biro jasa pengiriman paket, aku mencoba jalan-jalan menyusuri keramaian Kota.
Aku pun bahkan sampai tak tahu sudah berada dimana itu, masuk dan keluar gang serta jalan kecil begitu seterusnya.
Yang penting asyik aja menikmati hari selagi masih bisa bernafas di muka bumi ini.
Capek juga, aku pun lantas duduk di pinggiran jalan pada sebuah sebuah tempat duduk yang telah tersedia di beberapa tempat di pinggiran kota.
Tiba-tiba penciumanku menangkap aroma gosongnya uli bakar, hmm sedaap.
Aku pun memesan 2 iris uli bakar pada bapak penjualnya serta semangkuk sup buah pada abang penjual disebelahnya.
Dua iris uli bakar seharga 5 ribu, nikmat sekali rasanya.
Di jalur ini banyak terdapat pertokoan di pinggiran jalan. dengan aneka rupa barang yang dipajang baik di rak kayu maupun di lemari etalase.
Tepat dibelakangku adalah sebuah toko buku kecil.
Wah suatu kebetulan, dari dulu aku suka sekali dengan aroma kertas buku yang masih baru.
Niatku pada akhir jalan-jalan sore ini akan aku habiskan ditoko buku ini.
Rupanya hasrat mengalahkan segalanya.
Setelah minuman yang kupesan aku bayar, aku langsung ke toko buku itu.
Beragam buku ada disana, ada yang tidak terbungkus plastik dan ada juga juga yang sudah terbungkus rapat sehingga kalau mau membaca banyak mesti beli dulu itu buku. Aromanya yang khas yang ditimbulkan sungguh membuatku berasa seperti masih siswa Sekolah Dasar saja.
Banyak buku aku buka dan membaca ringkasannya.Dua buah buku murah aku bawa pulang juga akhirnya.. mungkin tidak begitu istimewa tapi lumayanlah.
Setelah aku bayar aku pun beranjak keluar, namun ada satu buku yang bersampul hitam bertuliskan ALKITAB membuat langkah kakiku tertahan.
Ah, toko buku selalu melakukan hal itu padaku dari dulu.
Sayang sekali masih terbungkus plastik ALKITAB itu.Tapi penjualnya memberi tahukan aku bahwa sudah ada yang dibuka di rak lemari kaca yang satunya.
Senang sekali aku dapat kesempatan ini.
Inilah salah satu kitab yang sebagai seorang muslim aku harus mengimaninya.Inilah rukun yang ke-3, dimana yang ke-1 adalah iman kepada Allah, yang ke-2 adalah iman kepada Malaikat.
Andaikan aku tidak percaya dengan Kitab ini dimana ini adalah salah satu dari Kitab-Kitab yang turunkan oleh Allah, maka aku tidak dianggap seorang muslim meskipun ini bukan Kitab suci agamaku.
Setelah membaca basmallah, lembar demi lembar aku buka dan aku baca meskipun secara acak, karena waktuku sangat terbatas sore itu.
Hatiku berdecak dan membaca secara seksama sebuah tulisan berbunyi :
" Janganlah kamu membuat berhala bagimu, dan patung atau tugu berhala janganlah kamu dirikan bagimu, juga batu berukir janganlah kamu tempatkan di negerimu untuk sujud menyembah kepadanya, sebab Akulah Tuhan, Allahmu ".
Imamat 26 ayat 1.
Kemudian aku baca lagi pada sebuah tulisan yang lainnya :
" Janganlah membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi, janganlah sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku Tuhan Allahmu ".
Keluaran 20 ayat 4 dan 5.
Semakin bertambahlah kuat keimanan di dalam hatiku, setelah ALKITAB aku tutup dan tak lupa aku ucapkan terima kasih pada pemilik toko aku pun beranjak pulang dengan menaiki sebuah bajaj warna biru sore itu.
Jkt,
Senin 06 Maret 2017.
23:12 Wib.

Senin, 06 Maret 2017

Titik di sudut relung

Titik di sudut relung.

Sekalipun merahku telah pudar..tapi aku masih punya wadahnya.
Sekalipun sinarku telah memendar..tapi aku masih punya biasnya.
Sekalipun apiku telah padam..tapi aku masih punya baranya.
Sekalipun warnaku telah menjadi buram..tapi aku masih punya titik goresnya.
Sekalipun gerakku telah mati..tapi aku masih punya getarnya.
Sekalipun aku hancur menjadi debu..tapi aku masih punya unsurnya.
Sekalipun hariku berlalu..tapi aku masih punya ceritanya.
Sekalipun gelap..tapi aku masih punya nuansanya.

Dan..
Sekalipun aku mati..aku masih punya bangkitnya.

Karena..
Hakku juga sebentuk dari kewajibanku..
Sehingga tidak begitu soal bagiku..tentang semua itu.

Bagiku..
Hidupku adalah kewajibanku.
Kewajibanku untuk 'manut' hidup sementara.
Kewajibanku untuk tetap bertuhan pada Tuhan semesta alam.
Tuhan yang esa.
Tuhan yang disembah oleh bintang-bintang.
Tuhan yang kepada_Nya saja para malaikat bertuhan.
Tuhan yang kepada_Nya saja para malaikat patuh.
Tuhan yang memberikan rasa..karsa..dan cipta pada kita manusia....sehingga tindak dan bicara kita para manusia terkadang meniru Tuhan atau bahkan ingin di Tuhankan.

Tuhan yang telah meniupkan Ruh_Nya kepada Adam (ciptaan_Nya).

Berabad kemudian jadilah manusia berkelompok-kelompok..bersuku-suku..dan berbangsa-bangsa.
Manusia yang lancang kepada Sang Pencipta.

Ahhh..
Biarlah saja.

Yang terpenting adalah..
Bahwa setiap hak akan dimintai pertanggung jawabannya.
Dan setiap kewajiban akan dihitung balasannya.

Hati yang selalu berdzikir dalam setiap getarannya.
Kewajiban yang selalu ditunaikan dalam tiap detak jantungnya.

Writted by,
Fayed b.

Kamis, 02 Maret 2017

Sahabatku telah berpulang



Sahabatku telah pulang

Hari itu tanggal 23 juli 2015.
Baru 10 hari yang lalu, belum genap 2 minggu.
Pak direktur memperkenalkan aku dengan warga asing yang menjabat sebagai kepala produksi di perusahaan ini, di salatiga.
Beberapa menit kemudian di panggilah seorang supervisor warga indonesia, ilin namanya.
Kami pun berjabat tangan erat, senyum dari wajah tampannya pun mengembang." ilin ", ucapnya mantap. Aku biasa memanggilnya dengan mas ilin, meskipun usiaku terpaut 4 tahun lebih tua, tapi dia adalah seniorku dan dia pun sudah berkeluarga dan sudah mempunyai seorang putra yang masih balita.
Sejak saat itu kami sangat akrab dan sangat dekat..hampir tiada jarak.
Kemana pun hampir selalu bersama.
Bila waktu makan siang tiba, mas ilin selalu sudah memesankan makan siang untukku. Bedanya, setelah selesai makan siang aku langsung menunaikan shalat zohor sementara mas ilin yang bahkan bukan perokok itu tetap duduk sambil ngobrol dengan securiti dan para karyawan lain. Meski begitu mas ilin selalu memberikan aku ruang untuk shalat dulu.
Seperti biasa siang hari tadi pun kami makan siang bersama. Tetapi karena aku ada penataan kerja di kantor tempat kerja yang baru, sehingga istirahat siangku pun terlambat.
Begitu sampai di tempat biasa kucari-cari mas ilin tidak ada. Tidak tahunya mas ilin sedang makan siang dibalik pintu. " Maaf mas saya makan siang duluan, habisnya mas fayat kelamaan ", begitu katanya.
" Tapi masih belum selesai kan, tuh masih ada barang 2 sendok di sana kita makan disana aja yuk mas ", aku mengajak.
Mas ilin pun mengikutiku.
Tidak ada begitu banyak perbincangan siang tadi..kecuali sekedar wacana dari bos membuka gedung baru di sebelah gedung yang sudah ada.
Biasanya manakala bel tanda usai bekerja berbunyi. Kami selalu keluar ruangan bersama dan paling terakhir diantara para karyawan.
Dan sambil berucap salam diiringi senyum keceriaan yang mengakhiri pertemuan di setiap petangnya untuk jumpa lagi keesokan harinya.
Namun senin 3 agustus sore ini aku pulang 10 menit lebih awal.
Setiba aku di kosan, seperti biasa aku buru-buru shalat magrib kemudian makan malam.
Baru dua suap nasi...handphoneku berdering. " oh pak direktur ", bisikku.
Dengan gayanya bicaranya yang khas, beliau bilang " cobalah kau cari informasi tentang ilin, sepulang kerja terjadi kecelakaan di dekat perusahaan kita...denger-denger ilin meninggal.
" inalillahi ", pekikku.
Secepat kilat kusambar sepeda ontelku menuju lokasi kejadian.
Aku bertemu securiti perusahaan disana...juga ada seorang opsir polisi yang menjaga TKP.
Kutanyakan perihal mas olin kepada opsir polisi tersebut...dan penjelasannya membuat tubuhke gemetar hebat.
" helm yang dikenakan hancur dan kepalanya pendarahan hebat, saat dibawa ke rumah sakit sudah tidak tertolong lagi ", opsir itu menjelaskan.
" Saudara siapa ? ", opsir itu bertanya kepadaku.
" saya adalah temannya, sahabatnya, iyah sahabatnya saja ", hatiku pilu tiada tara.
Rupanya taqdir kehidupan telah menentukan mas ilin, sahabatku untuk berpulang di senja magrib petang itu.
Selamat jalan mas ilin...sahabat baruku.
Satu diantara dua sahabat, dan yang lebih aku cintai telah Engkau ambil ya Allah..
Kutulis paragraf kecil ini setelah kubacakan alfatihah dan yasin kehadirat Illahi Rabbi untukmu.
Aku ikhlas..
Seperti dalam do'aku semoga Allah SWT, menerima kepulanganmu penuh dengan ampunan dan kebaikan.
Rupanya cuma sampai disini saja kisah persahabatan kita.
Biarlah akan kutapaki sisa-sisa kenangan itu yang pastinya akan menimbulkan  perih tertoreh dalam hati di sepanjang hari.
Jalan pulang itu telah mengantarmu pulang untuk selamanya.
A true storry.
For my best and beloved friend, ilin in memories
With love,
Fayat.

CERITA DARI NAVIA

CERITA DARI NAVIA       Gemerlapnya lampu malam di kota Surabaya ini,dan syahdunya alunan musik dari sebuah bar melayu mengingatkanku pada k...