Iklan

Minggu, 22 Mei 2016

Ode Untuk Sahabat

Ode untuk sahabat

Tak seperti pagi biasanya, laki-laki yang murah senyum dan bisa dibilang tampan itu tampak muram di teras rumah kostnya.Hanya ada beberapa buah rumah saja disekitar situ pada sebuah bukit yang agak tinggi dimana nampak perkotaan pontianak dibawahnya.Usianya berkisar antara 30 tahunan.Meskipun agak pendiam tapi pandai bergaul, sehingga banyak juga kawan-kawan yang suka padanya.Ode namanya, berambut kering dan sedikit kurang tertata rapi, tapi memang begitulah Ode.Meskipun begitu Ode tampan ini adalah laki-laki muda yang bersahaja.Selalu saja nampak berusaha untuk selalu sabar, ditengah berkecamuknya gelombang dahsyat dijiwanya sepanjang kehidupannya.Ode pun nampak selalu bersikap dan berpenampilan biasa saja ditengah mudahnya fasilitas bagi Ode untuk meraih segala keinginannya.Ode nama yang agak sedikit aneh untuk seorang pemuda jawa.
Berkali-kali nampak Ode bangkit dari duduk lalu menatap jauh ke ujung sana.
Kemudian duduk lagi dengan posisi kedua tungkai kaki terbuka, lutut mengatup, dan kepala agak tertunduk.Wajahnya lesu, senyum pun tiada terkembang.
Pukul 07.15 pagi itu.Terdengar suara sepeda motor menuju ke halaman rumahnya.Nampak seorang gadis muda berusia sekitar 20 tahunan datang dengan mengendara sebuah sepeda motor bebek tua Honda C-70.Finda namanya, seorang gadis muda yang selama ini telah banyak membantunya, dan selalu menemani Ode kemanapun ia pergi.
"Selamat pagi kak", sapa Finda.
Suasana masih hening, ucap salam pun tiada berbalas."Kak Ode, selamat pagiii
...", suara kekanak-kanakan Finda itu mengelus halus telinga Ode.
"Owh, pagi Finda", jawab Ode.
Meskipun usia keduanya terpaut jauh, namun dari segi kualitas perbincangan apapun selalu imbang.Dan keduanya tampak seperti karib sejak kecil saja, padahal baru beberapa bulan saja keduanya saling kenal secara tidak sengaja disebuah toko loak buku-buku lama.
Pernah suatu ketika Usaha Ode yang dirintis Ode di Pontianak hampir bangkrut, mingkin bisa jatuh miskin seketika Ode di kota itu.Sehingga apalagi untuk bersenang-senang, untuk makan sehari-haripun mulai susah.Meskipun di jawa Ode masih punya segalanya, terutama keluarga tercinta.
Findalah yang selalu menyemangatinya untuk tetap maju dan terus berkarya.Suatu ketika Finda memperkenalkan dengan akhua abangnya, seorang indonesia etnis tionghoa.
Abangnya telah memiliki Lembaga Pelatihan Bahasa Inggris, alasan Finda adalah berhubung Ode memiliki kemampuan mengajar dan pernah membuka les private sendiri.
Akhirnya akhua pun bersikeras untuk membuka kelas baru, tapi Ode nampak belum siap untuk ini saat itu.
"Apa yang terjadi kak Ode ?", tanya Finda.
"Kak Ode sudah telfon Si Vian genit itukah ?", Finda mulai menyelidik.
Rupanya Vian si gadis ayu peluluh sukma seorang Ode mulai beraksi lagi dalam kehidupan mayanya saat ini.
Vian itu seorang gadis misterius yang selalu mendapatkan buruannya di dunia maya.Dan Ode adalah mangsa lamanya yang masih dibiarkan bebas untuk dimainkannya kembali.
Vian itu ayu, anggun, pandai bertutur kata, santun, juga berkelas, hanya yang menurutnya berharta, tampan dan tampak dungu saja jadi target buruannya.Tidak ada dusta disana, semua fakta, sisanya urusan taqdir saja.
Vian itu penuh pesona, dan luar biasa.Satu kali Ode pernah diperdaya Vian saat janji temu di jakarta saat itu.Tapi mata elang Ode bisa melihat dengan jelas gerak-gerik vian di meja yang lain.Senyum merendahkan itu...senyum itu di waktu itu.
"Kak Ode tak dengar finda sedang cakap kah ?", nada Finda semakin rendah.
"Kak Ode tentu dengarlah,,,finda..maaf kak Ode teringat usaha yang hampir bangkrut ini", jawab Ode santun.
Meski Finda bisa menerka dengan baik apa yang sedang bergelora disana...Finda pun tahu bahwa sebenarnya Vian bukanlah gadis yang baik untuk Ode.Vian memang gadis religius tapi gelamor dunia adalah pilihan utamanya yang selalu disembunyikan.Memang tidak salah tapi gadis ini sangat kelewatan mengerjai Ode pikir Finda.
Hari itu mereka habiskan berdua dengan obrolan-obrolan ringan dan jenaka saja.Bahkan tak jarang tampak Finda selalu menggoda wajah bersahaja Ode.
Sore pun tiba...
"Kak Ode, mari kita ke puncak bukit sana, sore ini pasti senja akan kelihatan sangat indah", ajak Finda.
"Ayo...", jawab Ode
Hingga sore ini Ode belum mampu memberi tahu Finda bahwa 2 hari lagi Ode akan pulang ke jawa.Bahkan tiket pesawat pun sudah dipesannya sejak 3 hari yang lalu.Tak tega rasanya merusak kebahagiaan Finda di sore yang cerah ini, pernah Ode pergi 2 hari tanpa pamit, yang menyebabkan Finda jatuh sakit.
Entah seperti apa Finda nanti manakala Ode pulang ke kampung halamannya nanti...
"Kak Ode, ada yang bilang bahwa senja akan selalu mengingatkan akan mereka yang dicinta, dan anehnya di saat senja saya selalu teringat kak Ode dengan rambut kusutnya..", ucap Finda.
"Kak Ode, disini aja ya dengan saya...", timpal Finda tampak manja sore itu.
Memang belum saatnya bagi Ode untuk memberitahu Finda di sore itu.
Pontianak,
25 Februari 2016.
By fayed b.

Sahabat Hatiku




Sahabat Hatiku.

Sepekan sudah terlewati..
Hanya setangkai bunga ini yang mampu berbicata tentang duka dan cinta..

Kekotamu hari ini aku akan berkunjung..
Karena rumah mayamu sudah tak berpenghuni lagi..
Wishing someday you'll back and smile again like yesterday..

Mungkin esok setibanya aku disana..
Hanya pusaramu saja yang ada..
Tapi demi hati dan perasaan ini,aku akan datang dengan tidak sia-sia.

Perhaps..
This red rose give you proof,how much I love you was,till today..

Kematian,bukanlah akhir dari segalanya..
Melainkan awal dari sebuah kehidupan baru..

I'll always keep your face deep in my heart,,
And will always be till my death'll do us apart...

Speciall to my beloved friend in pekalongan city,
Writted by : YB,as the brave heart.

Ilalang di Tengah Padang



Ilalang Di Tengah Padang.

Sudah hampir sejak 14 tahun yang lalu,sejak kepulangan orang tuaku dari daerah Transmigrasi pulang ke Jawa,aku tidak pernah menginjakan kaki disini lagi.Hari ini,aku benar-benar seperti terlahir kembali,bisa menghirup segarnya udara diantara semak dan padang ilalang yang tumbuh dipadang,di area sekitar pemukiman para transmigran.” SELAMAT DATANG DI DESA WINDUSARI “,terpampang sebuah tulisan yang hampir sudah tidak bisa terbaca dengan jelas lagi,disebuah papan kayu ulin yang sudah sangat rusak,karena termakan usia,dibatas desa,Satuan Pemukiman I.Dulu aku dan kakakku suka sekali melempari tulisan ini dengan sebuah batu kecil,tiap kali hendak memasuki desa ini.Dulu aku sempat mengenyam pendidikan Sekolah Dasar hingga kelas V disini.Sebelumnya,orang tuaku tinggal dijawa,namun dikarenakan hendak dijadikannya desaku tercinta SIBOJA menjadi sebuah waduk ternama di Jateng yaitu waduk “ Panglima Besar Jenderal Soedirman” maka program transmigrasi Bedol Desa pun dilakukan.hingga akhirnya,sampai disini juga salah satu cerita hidup aku berasal,di WAYHITAM,Ogan Komering Ulu,Sumsel.

Kenalkan,namaku Pramudya Witcaksana,biasa dipanggil pram usiaku sekarang menginjak 25 tahun,perawakan sedang,berkulit bersih warna sawo matang,berwajah menarik,dan mudah beradaptasi.
Tidak seperti biasanya,siang itu terasa sangat terik,sehingga memaksaku untuk berteduh dibawah sebatang pohon Kemang di pinggiran jalan desa.Sejurus mata memandang,hamparan padang ilalang membentang.Aliran sungai mesuji yang dulu berlimpah air pun kini sudah berubah surut dan dangkal.Disungai mesuji ini,dulu banyak para transmigran yang menggantungkan sebagian hidupnya.Tempat aku bermandi-mandi,bersama teman sepermainan manakala pulang dari membantu orang tua diladang.Seketika,aroma kelaparan kemarau panjang beberapa tahun silam,seakan menguasai kepalaku.Hingga memaksa banyak para transmigran yang pulang kedaerah asal,ataupun sekedar berpindah ke daerah lain yang lebih menjanjikan.Tapi,bapakku tetap bertahan hingga hampir 13 tahun disini.Awalnya bapakku seorang carik,tapi karena kepala desa yang ditunjuk tidak mampu bertahan dengan kondisi disini yang memprihatinkan,lalu kembali ke daerah asalnya jua.Akhirnya,bapakku dilantik menjadi seorang kades baru,dan mengabdi hampir selama 8 tahun lamanya disini.


Kuikuti ayunan langkah kakiku,ketiap penjuru desa.Disinilah dulu aku hidup,dengan berbagai keterbelakangan fasilitas dari kemajuan zaman.Langkahku terhenti di sebuah bangunan tua,tempat dimana dulu aku menimba ilmu.Kutelusuri koridor sekolah,semuanya masih seperti dulu,bahkan pohon akasia dihalaman sekolah yang dulu aku pakai buat lompat-lompatan,kini tumbuh besar dan tinggi menjulang.Bangku-bangku duduk para murid pun masih utuh sementara tidak ada pintu kelaspun yang terkunci,terbuka begitu adanya.Aku masih ingat betul tempat dimana dulu aku duduk..tapi cuma mejanya saja aku temukan.Yah,masih terpampang jelas ukiran tulisan tanganku dulu di meja ini namaku,dan nama seorang gadis kecil lain,anak seorang Petugas Penyuluh Lapangan.Berada disini,diruang kelas ini,seolah aku tidak pernah pergi meninggalkan kelas ini beberapa tahun lamanya,melainkan hanya sesaat saja di saat jam istirahat,sementara aku berada diruangan ini sendiri,dan yang lain bermain sambil berlarian dihalaman sekolah.Rasa kangen menyeruak,saat aku teringat akan teman-teman kecilku dulu,tapi entah bagaimana nasib mereka kini.Rasa enggan tuk beranjak meninggalkan ruangan ini pun menggelayut,aku ingin tetap berlama-lama berada didalam ruangan ini untuk beberapa waktu lamanya.


Dengan langkah berat,akupun beranjak keluar dari ruang kelasku yang dulu.Menyusuri koridor tua yang panjang,yang dihiasi bolong-bolong didinding disana-sini,serta plafon-plafonnya yang sudah rusak parah sebagai tempat burung gereja membuat sarang-sarangnya.Kulihat kantor guru dan ruang perpustakaan,dimana dulu aku suka sekali membaca beragam buku,dibawah rindangnya pohon gandariya yang tumbuh didepan ruangan sempit ini.Ah,,semua benar-benar muncul kembali,seiring semerbaknya aroma rumput ilalang yang terbakar ditengah padang yang tandus.Diujung sana,berdirilah sebuah balai desa tua,dimana dulu bapakku bekerja.Dulu aku suka melihat kearah kantor itu dari sini…dari pojokan kebun belakang sekolah ini.Seolah-olah aku sedang melihat bapakku masih disana,dan mengabdi kepada masyarakat desa ini.


Tiba-tiba,”Pak,bisa tolong saya,anak saya terjatuh dari sepeda”pinta seorang wanita,tampak wajah ayunya memelas.”Iya,iya bu..”jawabku kaget.”Cepatlah pak”kata wanita itu sambil gugup.Rupanya seorang anak gadis kecil terjatuh,ditengah lamunan panjangku.Aku merasa pernah sangat mengenali wajah ayu ini.“ Biar saya bawa putri ibu ini ke polindes buat diobati” aku menimpali.”Tapi tidak ada polindes disini,biarlah dibawa kerumah saja” sahut ibu muda itu.”Baiklah,tapi dimana rumah ibu?” aku bertanya.”Tak jauh dari sini,disebuah perempatan jalan desa” jawabnya singkat sambil berlalu.Sementara aku mengikutinya dari belakang,sambil membopong anak gadis kecil itu.Cukup bagus dan besar pula rumah ini,bila dilihat dari standar kehidupan para transimgran didesa ini.Bahkan halaman rumahnya luas,berpagar,dan kelihatan sangat terawat,dengan aneka bunga-bungaan menghiasi sebagian halaman rumah permanen itu.
Setelah lukanya aku cuci dengan air hangat,lalu aku olesi dengan anti septic di bagian tangan dan kaki yang berdarah itu.Kemudian aku balut dengan kain kapas dan perban,setelah itu aku pun berpamitan.Ibu muda itu terdiam,dan menatapku dengan tatapan haru,tapi aku tidak tahu ada apa itu.Bahkan kedua bola mata Ibu muda ini,tampak berkaca-kaca menahan sesuatu.” Terima kasih atas pertolongannya,singgahlah kemari bila….”ucapan lirihnya terhenti seketika,mungkin luka ditubuh putrinya membuat sedih dihatinya pikirku.
Disepanjang langkah jalanan desa,bayang wajah Ibu muda itu selalu muncul.Aneh sekali,bahkan senyuman Ibu muda itu seolah adalah senyum asing terindah,dimasa kecilku dulu…Mirip sekali dengan senyum hangatnya Ibu Kartika,seorang guru honorer yang hanya mengajar 6 bulan disini dulu,yang ditemani oleh hanya seorang puteri kecilnya saja,adik kelasku dulu Talia prativi,teman membaca diperpustakaan waktu itu.Kemudian berpindah kekota dikarenakan minimnya fasilitas didesa ini.Tapi mestinya,kini Ibu Kartika sudah tua.


Hari pun beranjak sore,disini aku tidak punya sanak family,atau sekedar teman yang aku kenali lagi.Sore itu tampak ramai anak muda berjalan kaki,dengan dandanan rapi dan ada beberapa diantaranya yang bersepeda,di beberapa tempat di sudut desa.Mereka tampak sangat bahagia,sambil melepas canda tawa dengan teman sebayanya,sambil membicarakan sesuatu,tapi entah apa yang mereka perbincangkan...Seolah,tidak ada beban berat dan kecemasan akan masa depan disana,seperti rasa cemas dan ketakutanku dahulu.


Aku sempatkan mengunjungi bekas rumah aku tinggal dulu,di pinggiran jalan desa.Kondisinya sudah tak terawat...tak berpenghuni,dan hampir roboh.Di tambah lagi,lebatnya rumput liar yang tumbuh disekitar lokasi itu.Aku merasa harus masuk kerumah ini,melihat seluruh ruangan rumah tua ini lagi..Tapi tiada kuasa,seolah melihat pram kecil yang terisolasi,terasing,dan menahan diri dari semua keinginan-keinginan dimasa kecil dirumah itu.Juga bayangan wajah emakku,diwaktu hidup dalam serba kekurangan dulu…Aku tidak tahan,mataku memerah,perih,dan berubah menjadi setitik air mata hangat di kedua pelupuk mataku,tiada kuasa membendungnya lagi,lalu meleleh deras dipipiku.
Aku sesengukan seorang diri disini,oh Tuhan..rasa getir ini benar-benar tidak berubah rasa dan warnanya… Aku terdiam,mataku nanar,dan tidak bisa berfikir apa-apa untuk beberapa saat lamanya.Aku yakin Tuhan punya maksud indah untukku,dengan semua perjalanan ini.Perjalanan dan perjalanan…. hidupku akan selalu dalam perjalanan.Namun,aku merasa dekat dengan Tuhan dalam setiap kali aku melakukan perjalanan,aku merasa Tuhan selalu menungguku dalam tiap-tiap persinggahan. 


Pandangan mataku tertuju pada sebatang dahan pohon mangga,dimana dulu bapakku memasang sebuah ayunan untuk aku dan kakakku..Iyah,dipohon mangga itulah,aku dahulu suka bermain dengan kakakku,menemani bapakku hingga purna.Tapi sayang kakakku terlalu sibuk dengan urusan pekerjaannya sendiri saat ini.Tak terasa,5 hari sudah aku berada di komering sini,dan itu sudah terlalu lama bagiku berdiam diri,berkubang dalam kenangan..Aku mesti harus segera pulang ke Jawa lagi,untuk bekerja dan berkarya..juga untuk bersiap menghadapi perjalanan panjang selanjutnya,dengan segala konsekuensinya.
Senja pun beranjak menyelimuti bumi,dan suara-suara binatang malam pun mulai bersahutan diantara semak dan belukar,entah kenapa aku selalu merasa cemas dan khawatir ketika hari beranjak gelap…seakan-akan gelapnya malam,akan menelan habis diriku tanpa sisa dan cerita lagi.Perlahan tapi pasti,aku tinggalkan Satuan Pemukiman I desa Windusari,menuju Satuan Pemukiman II desa Karya Makmur dengan menyusuri jalanan setapak yang berliku diantara batas senja dua desa,penuh dengan segala kenangan lamaku yang telah terbingkai rapi dalam kanvas relung hati ,yang akan selalu abadi..
Terima kasih Tuhan,atas semua hiasan perjalanan yang telah engkau khususkan,atas semua teman yang telah engkau pilihkan,atas semua nikmat yang telah engkau anugerahkan dan atas bimbingan yang telah Engkau tunjukkan..sehingga aku telah menjadi Pram seperti yang sekarang ini tegar dan mandiri.Engkau maha tahu atas apa yang aku maksudkan,namun aku sembunyikan dan t’lah tertata rapi didalam sanubari ini.




Writted by : “YB” as the brave heart.
Relax sweet in memory.

CERITA DARI NAVIA

CERITA DARI NAVIA       Gemerlapnya lampu malam di kota Surabaya ini,dan syahdunya alunan musik dari sebuah bar melayu mengingatkanku pada k...