Iklan

Senin, 06 Maret 2017

Titik di sudut relung

Titik di sudut relung.

Sekalipun merahku telah pudar..tapi aku masih punya wadahnya.
Sekalipun sinarku telah memendar..tapi aku masih punya biasnya.
Sekalipun apiku telah padam..tapi aku masih punya baranya.
Sekalipun warnaku telah menjadi buram..tapi aku masih punya titik goresnya.
Sekalipun gerakku telah mati..tapi aku masih punya getarnya.
Sekalipun aku hancur menjadi debu..tapi aku masih punya unsurnya.
Sekalipun hariku berlalu..tapi aku masih punya ceritanya.
Sekalipun gelap..tapi aku masih punya nuansanya.

Dan..
Sekalipun aku mati..aku masih punya bangkitnya.

Karena..
Hakku juga sebentuk dari kewajibanku..
Sehingga tidak begitu soal bagiku..tentang semua itu.

Bagiku..
Hidupku adalah kewajibanku.
Kewajibanku untuk 'manut' hidup sementara.
Kewajibanku untuk tetap bertuhan pada Tuhan semesta alam.
Tuhan yang esa.
Tuhan yang disembah oleh bintang-bintang.
Tuhan yang kepada_Nya saja para malaikat bertuhan.
Tuhan yang kepada_Nya saja para malaikat patuh.
Tuhan yang memberikan rasa..karsa..dan cipta pada kita manusia....sehingga tindak dan bicara kita para manusia terkadang meniru Tuhan atau bahkan ingin di Tuhankan.

Tuhan yang telah meniupkan Ruh_Nya kepada Adam (ciptaan_Nya).

Berabad kemudian jadilah manusia berkelompok-kelompok..bersuku-suku..dan berbangsa-bangsa.
Manusia yang lancang kepada Sang Pencipta.

Ahhh..
Biarlah saja.

Yang terpenting adalah..
Bahwa setiap hak akan dimintai pertanggung jawabannya.
Dan setiap kewajiban akan dihitung balasannya.

Hati yang selalu berdzikir dalam setiap getarannya.
Kewajiban yang selalu ditunaikan dalam tiap detak jantungnya.

Writted by,
Fayed b.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Surat Untuk Nahkoda

Surat Untuk Nahkoda 2014. Cukup angka itu yg akan selalu diingatnya. Sejak saat itu, selalu saja 2 buah pucuk surat tulisan tangan kakeknya ...