Surat Untuk Nahkoda
2014. Cukup angka itu yg akan selalu diingatnya.
Sejak saat itu, selalu saja 2 buah pucuk surat tulisan tangan kakeknya yang selalu dibacanya.
Surat lamaran kerja menjadi seorang nahkoda kapal la fayette sebuah kapal lintas benua.
Budi namanya, perawakan sedang, meski tak begitu pintar namun satu kelebihannya ; Dia selalu berbicara dengan Tuhannya. Sehingga Budi merasa Tuhannya ini begitu memperhatikannya.
Suatu ketika perusahaan fiktif la fayette mengisyaratkan kepada budi untuk datang ke amerika, karena prekrutan akan segera dilakukan disana.
Betapa senangnya budi, setelah pengajuan aplikasi visa mendapat persetujuan. Ia pun memesan tiket PP pesawat pada sebuah maskapai ternama All Nippon Airways (ANA).
Malang baginya , setelah 7 jam penerbangan tibalah Ia di bandara Narita ( japan). Bukan penerbangan lanjutan ke Los Angeles dan dilanjutkan ke Georgia.
Melainkan petugas imigrasi Amerika menunggunya di luar pintu pesawat. Nama Mr Budi terdengar dengan jelas di dalam kabin pesawat sehingga penumpang tahu betul arti panggilan itu.
Budi hari itu tertahan bersama seorang bernama uya kuya dan keluarganya, juga sepasang kekasih berwajah arab warga Australia. Penumpang lainnya melanjutkan perjalanan ke Los Angeles dengan pesawat pengganti dari bandara Haneda. Sementara kedua penumpang tadi tertahan satu malam saja, untuk keperluan imigrasi, Budi, dirinya saja yang pulang dengan alasan perusahaan yang mensponsori dirinya adalah menyatakan dokumen yang digunakan budi sudah kadaluarsa.
Memang benar ini kesalahannya, Budi sudah diberi tahu sebelumnya. Tapi sayangnya tiket pesawat sudah tanggung dibelinya. Sehingga pulanglah Budi dari Narita malam itu juga, setidak-tidaknya dirinya pernah menghirup udara jepang meskipun hanya 2 jam lamanya.
Sejak saat itu Budi menjauh dari Tuhannya, bicara sebentar dengan Tuhannya kemudian pergi lagi... bicara sebentar kemudian pergi lagi begitu setiap hari. Cukup lama hingga tahun pun berganti.
Namun Tahun berikutnya keadaan Budi sudah pulih, sehingga bahkan pada saat Ia terjatuh malah Budi tetawa, saat Budi dipukul Ia berkata 'sudah biasa'.
Selalu seperti itu.
Namun sejak 2014 itu hingga kini apapun kondisinya, 2 buah pucuk surat itu selalu dibacanya. Surat lamaran kerja usang miliknya.
Hingga suatu hari datanglah kabar gembira untuknya, perusahaan fiktif la fayette di wilayahnya memanggil dirinya kembali.
Sesaat Budi melompat kegirangan bahwa dirinya akan membawa kapal tua la fayette berkeliling ke samudera raya. Budi tahu persis dimensi beserta detail lengkap kapal tua itu.
Pergilah Budi menuju dermaga Harapan namanya, disana barulah Ia menyadari dirinya bukanlah seorang nahkoda kapal yang handal dan cakap seperti dulu lagi.
Masa itu telah berlalu lama sekali.
Namun perusahaan fiktif la fayette percaya bahwa Ia pantas dan mampu menahkodai kapal mewah itu.
Sebuah kapal besar dengan dimensi 3 kali lipat generasi la fayette pendahulunya, dengan sistim navigasi komputer yang canggih, mesin pendorong seri terbaru, sistem kemudi ganda, bahkan berbahan bakar nuklir.
Meskipun dokumen atas dirinya sedang dalam proses 'menunggu', namun perusahaan fiktif la fayette mengijinkan dirinya untuk memegang kemudi kapal dan menikmati kehebatan kabin nahkoda kapal itu nantinya.
Sesaat setelah mengucap puji syukur kehadirat Illahi Rabbi, tangannya bergetar hebat, kewibawaan dan kepiawaian dirinya menaklukan dahsyatnya badai dsn gelombang samudera, sebagai kebanggan seorang nahkoda seketika rontok oleh halusnya 'roda kemudi kapal', halusnya getaran mesin, navigasi yang kuat dan akurat, serta bentuknya yang anggun berkesan elegan dan mewah.
Ibarat menemukan sekarung harta karun malah dirinya menjadi berada dalam kepongahan.
Anugerah yang besar memang terkadang membingungkan.
Di kabin nahkoda kapal tersebut, setelah kesombongannya luluh lantak, Ia bersujud, hatinya pun bergetar dan berbicara lagi dengan Tuhannya, " Tuhanku, 2 buah pucuk suratku yang usang itu pun Engkau masih mempedulikannya. Sesungguhnya aku khawatir kapal ini tidak akan dapat aku warisi, namun aku lebih takut lagi kehilangan kapal ini. Karena itu Tuhan, bantulah aku dan mampukanlah aku untuk menjadi nahkodanya dalam keadaan apapun samudera itu nantinya ".
Sebelum Budi beranjak menuju mushola untuk menunaikan sholat magrib, Ia menyelipkan 2 pucuk surat usangnya itu diruang navigasi kapal.. tepat diantara kemudi dan navigasi.. tampak mulutnya komat-kamit sebelum beranjak pergi.
Dengan harapan 'jiwa' kapal mau menyatu dengan dirinya manakala pelayaran menuju langit tingkat 2 nanti dimulai.
Ini hanyalah permulaan, namun akhirlah yang menentukan.
Meski begitu, sang bendera telah 'berkibar' di anjungan kapal, bersiap menyambut batas-batas cakrawala dunia.
By ; chandra alfayat